Kamis, 14 April 2011

Dunia Dalam Mata

Arti kata “dunia” dalam kamus Bahasa Indonesia adalah bumi dengan segala isi yang terdapat di atasnya atau jagat tempat kita (manusia) tinggal. Maka jika berbicara tentang dunia, itu berarti bukan hanya berbicara tentang bentuk bumi sebagai wadahnya saja—yang sudah disepakati secara universal adalah bulat seperti bola—tapi juga termasuk keadaan lingkungan dan penghuninya; pemandangan sekitar.
Dunia Yang Dilihat
Adalah kebetulan jika seluruh rakyat negeri Cina yang bermata sipit dan bahkan terkadang ada yang hanya menyerupai garis lurus—sehingga luas pandangannya cukup terbatas, menurut orang yang bermata besar—tinggal di dalam kota yang dikelilingi tembok raksasa selama beratus-ratus tahun tanpa merasa terkurung atau terbatasi (dalam hal sudut dan luas pandang). Dan juga adalah kebetulan jika seluruh rakyat negeri Asia Selatan yang bermata belo atau besar, tinggal di daerah yang dikelilingi struktur tanah yang cukup tandus, kering dan masih ada gurun pasir, sehingga mata mereka bisa selalu memandang dengan leluasa ke sekelilingnya. Masih juga dapat disebut suatu kebetulan jika hampir semua ras orang bermata biru pernah menjajah hampir semua ras orang bermata coklat tua atau hitam.
Terlepas dari semua kebetulan itu, dunia bagi seseorang adalah semua objek yang ada sekitarnya yang dapat ditangkap oleh retina mata, lalu diteruskan ke otak untuk diproses, hingga akhirnya memberi hasil yang berupa pengenalan atau pemahaman atas objek itu, berupa penglihatan. Inilah yang kemudian menjelaskan bahwa sebenarnya, perbedaan yang timbul dari apa yang dilihat bukan berasal dari warna atau bentuk mata seseorang, tapi lebih kepada individu masing-masing.
Seorang bermata belo akan melihat dunia seperti dilukis dalam kanvas yang ukurannya terbatas jika ia berada dalam penjara, buta huruf, atau tergolong masyarakat ekonomi lemah sehingga tidak mampu menyembuhkan penyakit matanya—katarak adalah penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat golongan ini. Sedangkan orang bermata sipit dan sehat, yang berpendidikan tinggi dan berasal dari golongan masyarakat mampu—apalagi jika termasuk penduduk salah satu negara maju di Asia, seperti Jepang—akan mampu melihat dunia yang lebih luas daripada penduduk dari negara terbelakang, walau matanya tidak se-belo ikan mas koki.
Mata dan Dunia: Jendela dan Kenyataan
Kemajuan zaman juga telah memungkinkan orang berganti-ganti warna lensa mata dengan menggunakan lensa kontak warna-warni—selain sebagai alat bantu penglihatan, juga sebagai asesori penunjang penampilan. Maka tidak heran, jika terlihat orang-orang berwajah Asia dengan bola mata biru, hijau, merah, bahkan putih, beredar di setiap sudut jalan, pusat perbelanjaan dan hiburan, atau tampil di panggung dan acara televisi.
Tapi, jika ada yang pernah berpikir bahwa dengan meniru warna mata ras bangsa Eropa, yang biru atau hijau, maka dunia pun akan terlihat sama seperti dunia yang dilihat oleh mereka, jelas adalah salah. Dunia tidak akan pernah berubah hanya dengan menggonta-ganti lensa kontak atau kacamata—untuk yang lensanya berukuran, dunia memang akan terlihat lebih jelas tapi keadaannya tetap sama. Sebab, dunia adalah pemandangan yang ada di sekitar kita, dan kacamata atau lensa kontak hanyalah kaca atau tirai jendela yang berfungsi sebagai penyekat, sedangkan mata adalah jendela itu sendiri. Meskipun jendela tersebut sengaja dipasangi kaca bermozaik indah, seperti yang ada di gereja-gereja, tapi semua itu hanya fatamorgana atau tipuan belaka karena pemandangan yang sebenarnya adalah apa yang terpampang di baliknya yaitu kehidupan yang nyata.
Mata memang jendela dunia. Jendela yang ada di rumah kita, yang mungkin saja menyajikan pemandangan tentang sumur umum di seberang jalan, dinding tripleks yang menempel di sebelah kiri, sederet pakaian basah yang dijemur di tepi sungai berair coklat keruh di halaman belakang, dan sebuah gerobak jualan karatan yang parkir di sebelah luar dinding kanan. Atau mungkin juga menyajikan pemandangan ala jendela apartemen berlantai puluhan, berupa kesibukan kendaraan bermotor di atas jalanan yang seperti ular naga panjangnya yang berwarna abu-abu dan bercabang ke mana-mana, jauh di kaki gedung. Atau jika beruntung, jendela itu akan menyajikan pemandangan yang indah-indah seperti, sejuknya kolam renang berair biru, rimbunnya taman belakang yang terawat dan terpangkas rapi, dan mewahnya mobil mahal yang berjejer di garasi samping rumah. Jendela juga bisa hanya menyajikan langit berbentuk persegi panjang, dari balik jeruji besi.
Matamu, Duniamu
Bukalah mata lebar-lebar jika ingin melihat dan peduli pada apa yang ada sekeliling Anda. Atau tutuplah mata rapat-rapat jika tidak ingin melihat dan tidak mau peduli pada apa yang sedang terjadi di sekitar Anda. Mata sebagai jendela memang punya pilihan untuk dibuka-tutup atau diberi hiasan agar pemandangan yang disajikannya terlihat lebih indah. Meski dunia di baliknya jauh lebih buruk dari yang dibayangkan, atau lebih jelek dari yang diharapkan, tetapi hal itu tetap merupakan kenyataan yang harus dihadapi dan kehidupan yang harus dijalani (karenanya, jangan pernah membiarkan mata Anda terbuka padahal Anda sendiri tidak mau menggunakannya untuk melihat).
Mata sebagai jendela yang kacanya jernih dan tirainya bersih akan membuat dunia yang terlihat jauh lebih cerah dan memberi harapan. Sebaliknya, mata sebagai jendela yang kacanya buram dan tirainya kotor akan membuat dunia terlihat jauh lebih suram dan memupuskan harapan. Karenanya, pilihan untuk menciptakan dunia yang ingin dilihat oleh mata kini berada di tangan para pemilik mata itu sendiri. Bagaimana pun keadaan dunia nyata yang sesungguhnya, akan selalu tampak lebih baik di mata yang sehat daripada di mata yang tidak sehat. Apakah untuk Si Mata Belo, Si Mata Sipit, Si Mata Biru atau Si Mata Hitam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar