Kamis, 14 April 2011

Mati!

Keramaian ini benar-benar membuat dadaku sesak! Aku hanya bisa mengamati sekelilingku! Tubuhku tak mampu kugerakkan! Argh! Kutolehkan kepalaku ke arah kanan dan kau ingin tahu apa yang kulihat?!
Seorang gadis berumur sekitar 15 tahun kuduga – dengan bergairah membelai si lelaki tua itu. Bukan! Bukan! Bukan dia yang membelai tetapi lelaki itu yang terus menggerayangi tubuhnya. Bodoh sekali gadis itu, kupikir. Kuamati dengan semakin seksama. Kupelototi mereka berdua hingga si gadis menyadari keberadaanku sepertinya. Matanya sendu – menatap dingin tepat menembak bola mataku.
Ssstt..!!!
Aku terpaku. Ya, aku sekarang seperti sebuah paku yang ditancapkan sangat dalam! Sangat dalam, hingga ku tak sanggup bernapas! Argh! Apa ini?! Gadis itu sudah berada tepat di hadapanku. Dia mencekikku! Dia mencekikku sekuat tenaganya. Tenaga? Apa ini namanya tenaga? Dia sama sekali tidak punya itu…
Kuhempaskan tubuh gadis itu ke kubangan itu. Ringan sekali dia, pikirku. Dan sekarang dia menatapku kembali namun dengan tatapan yang tak dapat didefinisikan oleh kamusku. Kucoba untuk membalas tatapannya. Aku pun masuk ke dalam tubuhnya melewati sela-sela matanya yang sipit.
Klik!
“Aku mengenal tubuh ini!” Teriakku dalam hati. Gadis yang selama 15 tahun bersamaku. Itu dia. Dia yang telah mengorbankan segalanya untukku. Tidak! Tidak semuanya, aku berdalih. Dia tidak pernah mau menuruti kata-kataku.
Kuberusaha sekuat tenaga untuk keluar dari tubuhnya ini. Aku tak mau bertemu dengan dia lagi. Aku tak mau terkurung dalam tubuhnya. Aku tak mau mengikuti kemana tubuhnya pergi. Aku tak mau ikut menciptakan jejak langkahnya.
Kucoba dan kucoba lagi untuk lepas dari tubuhnya yang harum namun membuatku ingin muntah!
“Argh!” Aku berteriak sekeras-kerasnya.
Dengan ta terduga aku lepas darinya. Tubuhku terhempas ke tempat yang kontras dengan yang semula. Gelap di sini. Terdengar olehku seperti nyanyian-nyanyian tak karuan dari sudut jalan sana. Penasaran aku sehingga kakiku melangkah ke sudut jalan sana. Kulihat segerombolan anak laki-laki. Kuduga umur mereka pasti 13 tahunan.
“Cari siapa, Kak?” Seorang anak laki-laki dengan sepuntung rokok di sela-sela jari telunjuk dan jari tengahnya tersenyum padaku. Aku hanya membalas senyumannya dengan perasaan agak ngeri. Kemudian, kualihkan pandanganku ke arah seorang anak laki-laki yang dengan lelapnya tidur menelungkup di atas kardus-kardus tak jauh dari mereka.
“Kakak cari dia?” anak lelaki tadi kembali bertanya padaku sambil mengacungkan tangannya ke anak laki-laki yang terlelap itu.
Tak kugubris pertanyaan anak itu. Aku melanjutkan langkahku ke arah anak lelaki yang terlelap itu. Batinku berkata: aku mengenalnya. Kusentuh tubuhnya mencoba membangunkannya. Namun, kusadari tubuhku dikerumuni oleh ulat-ulat menjijikkan! Aku hanya bisa menelan ludah. Kubiarkan ulat-ulat ini menggerogoti tubuhku akan tetapi sesekali aku mengusir ulat-ulat ini, tak rela!
Tetap teguh aku berjongkok di dekat anak laki-laki itu. Anak itu sepertinya tidak menyadari keberadaanku. Dia benar-benar asyik dengan mimpinya. Kugoyang-goyangkan sekali lagi tubuhnya. Kau tak mau ikut denganku, begitulah kira-kira hatiku berbicara.
Ingin kusentuh lagi tubuhnya akan tetapi kali ini aku hanya seperti seseorang yang ingin menangkap angin. Tidak ada lagi tubuh itu. Hanya terdengar suara seret sandal dari kejauhan. Dia telah pergi.. Dia telah pergi, hatiku berulang mengatakan itu.
Aku menyadari semua ini. Ya, aku bisa menyadari ini. Tidak. Aku sama sekali tidak bisa menyadari apa ini sebenarnya. Tidak. Aku menyadarinya. Air mataku jatuh satu-satu tanpa ujung. Air mata ini tidak mengenai apa pun. Air mata ini tidak punya tempat mendarat. Karenanya kucoba menyediakan tempat mendarat bagi air mataku ini. Argh! Telapak tanganku pun ditembus oleh air mata ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar